KARTINI WONGKODONO

Perkenalkan ini ibu guru Serlis. Saya tinggal dirumahnya bersama kedua orangtuanya di dusun. Serlis masih sangat muda, lebih muda dari saya. Setelah menyelesaikan pendidikan sarjananya 2021 lalu, Serlis memilih balik ke dusun dan mengabdikan diri menjadi guru honorer di sekolah penempatanku  https://www.instagram.com/sdn.wongkodono/ sebagai guru agama. Yang sebenarnya banyak tawaran pekerjaan yang lebih menjanjikan dikota.  Diantara teman-teman sebayanya di dusun, hanya Serlis yang berhasil mengenyam pendidikan hingga bangku kuliah, dan itu tidak mudah baginya.

Serlis sosok perempuan yang hebat, yap gimana tidak, setiap hari setelah selesai mengajar ia pasti langsung bergegas pulang kerumah, mengganti pakaiannya dan lanjut ke kebun membantu orang tuanya. Pulang dari kebun, ia lanjut beberes rumah ; memasak, menimba air dan memberi belajar tambahan untuk anak-anak di rumah pada malam hari.  

Tidak hanya menjadi guru di sekolah, Serlis juga menjadi guru di gereja ; guru sekolah minggu. Serlis adalah perempuan yang taat beragama sesuai dengan agama yang ia percayai, Kristen protestan.

Serlis dan keluarganya tidak hanya membagi rumahnya untuk saya tempati, tapi Serlis juga membagi banyak hal. Serlis adalah teman cerita, setiap malam kami selalu bercerita tentang pengalaman-pengalaman dalam hidup yang pernah kami lalui. Seringkali kami menertawakan pengalaman-pengalaman masalalu, tapi tidak jarang juga kami menahan lapisan air mata agar tidak pecah dan tumpah kebawah.

Serlis selalu memperhatikan saya. Layaknya saudara sekandung. Ia selalu memastikan makan saya harus selalu banyak, tidak boleh kurang dari 3 kali sehari. Saya juga sering dilarang untuk beraktivitas yang berlebih, “biar ga capek” katanya. Saya dilarang beberes rumah apalagi pergi ke kebun, tapi pernah suatu hari saya nekad pergi ke kebun secara diam-diam, setibanya di kebun “Astaga, Ibu guru, duduk saja, tunggu saya bakarkan pisang dan ubi, pulang nanti langsung mandi, bla..blaa…”

Beruntung sekali rasanya saya mengenal Serlis. Setiap hari selalu saja ada hal yang membuat saya iri dan belajar dari ketangguhannya. Dari Serlis saya belajar tentang ketulusan, tentang memberi dan tak harap kembali.  

Ohya, saya pernah bertanya kepada Serlis apa alasannya memilih mengajar di dusun daripada di kota. Jawabannya “Dusun ini adalah kampung saya, anak-anak disini adalah saudara-saudara saya, kalau saya tidak mengajar, bagaimana mereka bisa belajar? Saya mengajar dengan sepenuh hati, tanpa di gajipun saya tidak masalah” pungkasnya 

Komentar