Bismillah
Di masa kecilku, ketika melihat kakek nenek di kampung yang pulang dari umroh/haji, diriku selalu bilang "mau pergi juga" cuma pada saat itu aku si anak kecil itu, tentu tidak paham apa itu umroh/haji, yang aku pahami saat itu untuk bisa melihat 🕋 aku harus rajin sholat dan mengaji. Sejak saat itu aku selalu bersemangat setiap sore berangkat mengaji di masjid kampung.
Hingga akhirnya aku tumbuh besar, tumbuh dewasa hingga saat ini dan kadang sesekali terlintas tentang 🕋 tentang umroh, namun lagi dan lagi tidak pernah menyangka Allah undang di tahun ini, maha sempurna Allah mengatur segalanya. Dipikiran ku ibadah umroh itu ya nanti saja ketika sudah tua, ketika semua keinginan-keinginan wihslist ku tercapai baru ku prioritaskan ke tanah suci. Tapi Allah mengajarkanku tidak begitu konsep nya, Allah akan undang siapapun yang ia kehendaki bukan perkara usia, bukan perkara jabatan, bukan perkara harta, tapi perkara Allah sudah ijinkan bertamu ke rumahNya.
Sejak kedatangan pertama ke rumahNya 🕋 ada satu doa yang selalu kupanjatkan "Ya Allah undang lagi hamba..beri kesempatan lagi bahkan berkali-kali ya Allah" Dan benar saja selepas berpamitan hati ini ternyata tertinggal di Baitullah, rindunya sulit utk dijelaskan, benar kata orang-orang "Jika sekali kita pergi, maka sulit sekali untuk move on, hati nya selalu ingin kembali" masyaAllah yakin Allah undang kembali.
Dulu aku selalu berpikir, orang-orang yang datang untuk umroh itu pastilah orang yang dekat dengan Allah. Yang hidupnya terjaga, langkahnya hati-hati dan hatinya bersih. Aku membayangkan mereka itu orang-orang yang sudah lama menjaga pandangan dan hatinya. Yang jarang lalai, jarang ragu, jarang jatuh. Yang tahu persis bagaimana untuk kembali mendekat.
Bukan seperti aku..yang masih sering lalai pada hal-hal yang sudah berkali-kali aku sesali. Karena itu aku datang dengan rasa takut, takut terlihat paling banyak salahnya, takut ibadahku yang paling kosong, takut aku satu-satunya yang masih mengulang dosa yang sama, meski sudah berkali-kali janji ingin berubah. Ada bagian diriku yang merasa malu untuk datang, sampai merasa "Apa aku benar-benar pantas berada disana?
Namun setibanya disana, aku memperhatikan lebih dekat:
Ada yang menangis tanpa suara, menyeka pipi berulang-ulang.
Ada yang membaca doa pendek berkali-kali seolah itu satu-satunya yang sanggup ia ucapkan.
Ada yang memejamkan mata begitu dalam, seakan sedang bergulat dengan sesuatu yang tidak terlihat.
Ada yang hanya duduk, memandang Ka'bah 🕋 lama sekali, seakan sedang mencoba menyusun ulang dirinya yang pecah.
Semua datang dengan beban yang tidak tampak, dengan luka yang tidak pernah mereka ceritakan, dan dengan pergulatan yang hanya Allah yang tahu.
Dan dari situlah aku sadar sesuatu:
Tidak ada satupun di antara kami yang datang dalam keadaan sempurna. Tidak ada yang benar-benar stabil, benar-benar kuat dan tidak ada yang tidak pernah jatuh.
Semua orang, tanpa terkecuali, datang dengan beban hidup yang tidak terlihat. Datang dengan luka yang tidak diceritakan. Datang dengan iman yang naik-turun. Kami semua datang dengan doa-doa yang sudah terlalu lama dipendam.
Dan justru itulah keindahannya:
Allah tidak memanggil orang yang sudah mencapai segalanya. Allah memanggil orang yang masih mencari jalannya. Tidak memanggil yang sudah rapi, tapi yang ingin ditata kembali. Tidak memanggil yang sudah kuat, tapi yang hampir menyerah.
Karena barangkali...mereka yang merasa paling tidak layak adalah yang paling butuh disentuh oleh rahmat Allah.
Jadi kalau kita pernah merasa malu menghadap Allah, merasa tidak pantas berdiri di depan Ka'bah, merasa terlalu banyak dosa yang menumpuk, atau terlalu sering terseret pada kesalahan yang sama, ingatlah ini:
"Allah tidak memanggilmu untuk menghakimi masa lalumu, tapi untuk membuka pintu baru untukmu"
Allah tidak melihat dari seberapa gelap perjalanan kita, tapi dari seberapa besar keinginan kita untuk kembali.
"Ya Allah, wahat Dzat yang membolak-balikan hati, teguhkanlah hatiku berada di atas agamamu"

Komentar
Posting Komentar