Ada hal unik yang kuperhatikan dari guru² dan kepala sekolah di sekolahku ketika mereka berangkat mengajar dari rumahnya. Guru² membawa golok yang diikatkan dipinggangnya. Setelah aku melewati jalan menuju sekolah, barulah ku tau fungsi golok tersebut. Rintangan menuju sekolah ini rupanya bisa dibilang cukup banyak.
Golok tersebut dapat digunakan untuk menebas semak, membunuh ular dan atau menebang batang dan ranting pohon yang menghalangi jalan.
Untuk menuju ke sekolah, guru² harus berjalan kaki melewati hutan, kebun dan sawah sejauh kurang lebih 3 kilometer dari tepi danau Lindu dan atau jika lagi beruntung akan mendapat tumpangan motor dari warga yang sedang melintas.
Untuk pertama kalinya setelah aku berjalan kaki kurang lebih 45 menitan dari tepi danau, mulai nampak pemukiman warga dusun Wongkodono, di dusun yang hanya memiliki 84 kepala keluarga inilah berdiri sebuah sekolah dasar yang diberi nama SDN Wongkodono. Sekolah yang menjadi tempat tugas ku setahun kedepan.
Ketika pertama kali sampai di dusun, aku melihat kondisi rumah warga hampir 80% rumahnya menggunakan tembok bata dan beberapa rumah masih terdiri atas kayu semi permanen yang masih tradisional. Begitu pula dengan bangunan sekolah. Sekolahnya terletak paling atas dusun ditanah lapang tempat warga biasanya menjemur cokelat dan bermain sepak bola.
SDN Wongkodono memiliki satu guru PNS, tiga guru P3K, enam guru honorer dan satu kepala sekolah. Ruangan di sekolahku juga sebenarnya sudah cukup, ada enam ruang kelas, satu perpustakaan serta ruang UKS yang juga dipakai untuk menyimpan peralatan olahraga dan baru beberapa bulan (2 bulan) yang lalu dibangun kantor guru, rumah dinas dan WC. Jumlah siswanya tak banyak hanya 36 orang. Untuk dusun yang kecil sudah sewajarnya jumlah siswanya pun tak seberapa.
Setiap pagi sebelum pukul 07.00 WITA anak-anak sudah datang di sekolah, bersiap menyambut guru yang selalu datang lebih lambat dari mereka dan anak-anak selalu menunggu kedatangan guru mereka dengan semangat.
Kebiasaan sederhana tapi sangat mendidik, ketika setiap pagi mereka berebut mencium tangan guru yang mereka sayangi. Anak-anak selalu ceria menyambutku dengan sapaan "Selamat pagi". Hampir mulut dan tangan ini capek meladeni mereka, tapi semangat mereka menghilangkan rasa capek itu. Mungkin hanya aku yang selalu dapat ucapan dan ciuman tangan pertama dari murid-muridku, karena memang aku selalu datang lebih pagi dibanding guru-guru lain. Itulah keistimewaan guru yang datang lebih awal :)
Yap ini karena aku tinggal di dusun lain halnya dengan guru² yg lain yg harus menyebrang danau setiap kali akan berangkat ke sekolah. Anak-anak juga sudah sangat hapal dengan rutinitas setiap pagi sebelum memulai pelajaran : menyapu ruang kelas, menyiram tanaman, menyanyikan lagu Indonesia Raya dan berdoa bersama di ruang doa.
Namun ada kalanya hari tak bersahabat. Hujan turun deras mengguyur dusun, tapi sayangnya hujan deras tak pernah menyurutkan langkah anak² menuju ke sekolah. Setiap pagi senyum mereka akan selalu mengembang dan berteriak lantang "Ibu guru datang!!! Ayo masuk!!!"
Komentar
Posting Komentar