Keunikan Sigi, W to the O to the W

Temuan menarik selama di Sigi!


Nasi Kuning Begadang

Waktu pertama kali kami (read ; pengajar muda) sampai di Sigi, kami langsung disuguhkan makanan berbungkuskan daun pisang. Awalnya kami (terutama saya) berpikiran wah ini pasti makanan unik khas Sigi yang ntah apapun itu namanya saya cukup excited (tidak sabar) ingin membuka bungkus daun pisang itu dan segera memakannya.
Hmm setelah di buka, yah ternyata nasi kuning, ini mah sudah sering saya makan pikir saya saat itu, yaudah deh markicippp (mari kita icipp)

Pagi – pagi ke rumah Ibu Ning…
Rumah Ibu Ning di Sibalaya…
Ini bukan sembarang nasi kuning…
Ini nasi kuning luar biasa…

Konon katanya nasi kuning Sigi, bukan nasi kuning biasa. Nasi kuningnya unik karena masih menggunakan daun pisang sebagai pembungkusnya sehingga aromanya berbeda yang akan menambah nafsu makan ketika pertama kali kita membuka bungkusnya, keunikan berikutnya adalah nasi kuningnya selalu dilengkapi dengan sambal ikan cakalang yang di suwir-suwir, khas banget karena baru kali ini saya memakan nasi kuning dengan lauk ikan, nah lalu nasi kuning ini akan selalu kita temui 24 jam, pagi-siang-sore-malam-subuh selalu ada yang berjualan nasi kuning. Nah oleh sebab itulah masyarakat sering menyebutnya dengan Nasi Kuning Begadang.

Bagi saya nasi kuning biasanya hanya untuk sarapan tapi kalo disini nasi kuning dimakan kapanpun dan dimanapun oke-oke saja. Kita akan menemukan sepanjang jalan poros kabupaten warung-warung kecil berjualan nasi kuning dan kabar gembiranya nasi kuning ini dijual dengan harga yang sangat merakyat hanya 5000 rupiah.




Self service

Disini (Sigi) kalo isi bensin, ambil dan tuang sendiri lalu go gaperlu bayar eh eh hahaa
Jelas tidak dong… kalo langsung go bisa dikejar orang sekampung wwkwk
Baru di Sigi saya temui penjual bensin sudah menakar bensin ke dalam botol-botol kaca.

Jalan-jalan ke kota Palu…
Kota Palu tidak punya jalan tol…
Eh kamu harus tau…
Ini botol bukan sembarang botol…

Yap botol kaca yang digunakan tidak sembarang botol. Kamu akan menemukan botol yang serupa dimanapun kamu membeli bensin. Setiap tempat (kios) akan memiliki botol yang sama bentuk, tutup dan ukuran botolnya. Unik kan ya… di Pontianak tidak saya temukan hal yang seperti ini.

Setiap botol berisi 1 liter bensin, jadi ketika akan membeli, kita ambil sendiri bensinnya dan tuang sendiri ke dalam tanki motor, lalu bayar sesuai dengan berapa botol yang kita ambil.
Ini adalah hal yang unik sekaligus menarik untuk ditiru karena selama ini ketika membeli bensin saya selalu dilayani, ditanya beli berapa liter lalu dilayani dituangkan bensinya lalu bayar, kalo di Sigi semua hal itu kita lakukan sendiri, penjual hanya cukup menerima uang dari kita saja.
Menarik karena ini sangat efektif ketika penjual disibukkan dengan melayani pembeli yang berbelanja lainnya di kios.



Sapi adalah bagian dari masyaraQat

“Ibu Maya, kalau disini itu terbalik, hewan dilepas tanaman dikandang tidak sama seperti di Jawa” kata ibu kepala desa ketika kami melewati segerombolan sapi, kerbau dan kuda di desa Langko (desa penempatanku).

Yap begitulah disini (sapi, kuda, kerbau, ayam) bebas berkeliaran layaknya masyarakat yang bebas bersosialisasi kemana dan dengan siapapun, sehingga masyarakat terpaksa memagari a.k.a kandang tanamannya terutama padi agar tidak menjadi santapan lezat oleh hewan-hewan tersebut.

Tidak hanya di Sigi tapi di Palu dan mungkin bahkan se- Sulawesi Tengah hewan-hewan tersebut memang dilepas begitu saja oleh tuan nya lalu berkeliaran mencari makan secara mandiri.
Ada yang bilang begini “Kalau kamu dari luar (daerah yang berbatasan darat dengan Sulawesi Tengah) ntah dari Gorontalo, Makassar atau manapun kalau kamu sudah menemukan sapi berada di tengah jalan, itu tandanya kamu sudah memasuki wilayah Sulawesi Tengah” hmmm

Pernah juga ketika kami bepergian menggunakan mobil dijalan poros lintas kabupaten tiba-tiba macet, kendaraan berhenti, saya kira ada kecelakaan atau jalan rusak berlubang sehingga harus berhenti dan hati-hati, usut punya usut ternyata ada sebarisan sapi yang melintas menyeberangi jalan sehingga kendaraan harus berhenti untuk mempersilahkan sapi-sapi tersebut melintas terlebih dahulu, sungguh pengalaman yang sangat berkesan dan selalu saya ingat hingga saya membuat tulisan ini.

Hewan-hewan ini cukup mengganggu masyarakat, bahkan di desa penempatanku masyarakat sampai membuat pagar batas lorong di pemukiman agar hewan-hewan tersebut tidak berkeliaran di sekitar rumah mereka terutama di malam hari yang tentu sangat mengganggu ketika masyarakat tidur (istirahat) belum lagi kotorannya yang berceceran dimana-mana di teras rumah, halaman rumah dan jalan poros desa yang tentu tidak nyaman dipandang mata huhuu.

Januari lalu saya baru tau ternyata sudah ada peraturan daerah (perda) terkait hewan peliharaan, semoga dengan adanya perda tersebut hewan-hewan ini menjadi lebih tertib dan tidak lagi mengganggu masyarakat.


Apa-apa dikasi rica (pidiss)

“Eh bener-bener ya Feb, akutuh trust isu banget sama makanan di Sulawesi” Kalimat itu keluar begitu saja dari mulutku ketika makan bareng Febriska (teman sepenempatanku) wkwk
Lalu…
“Mba, inituh pedas ya”
“Iya mba”a
“Bisa request yang ga pedas tidak?”
“Oh ini memang pedas mba”
“Yaampun, tapi disini ada kecap manis kan ya”
“Ohya, ada mba”
“Oke nanti minta kecapnya ya mba, duhh apa kasian kami ini bukan orang Sulawesi te tahan pedas”

Nah itulah sekilas percakapan ketika memesan makanan disini dan hampir setiap membeli makanan selalu kupastikan apa kah makanan itu pedas atau tidak wkkw, help gakuat ☹
Bahkan aku juga pernah bilang gini ke salah satu guru ku

“Ibu, kenapa orang-orang disini suka kali lah menyiksa dirinya dengan kepedasan ini” wkwk
Guruku tertawa sambil menjawab
“Iya nak Maya, disini itu harus makan yang pidis-pidis apa disini itu daerah pegunungan jadi untuk menghangatkan badan, makan sudah yang pidis-pidis (pake rica)”
Hmmm

Pernah juga suatu waktu fasilitasi orang tua murid di sekolah untuk pemetaan di awal aku melempar pertanyaan ringan “Siapa yang disini suka makan makanan pidis?” 80% orang tua murid menjawab suka, ntapp!

Fix memang bukan orang Sulawesi kalo apa-apa tidak dikasi rica (cabe) dan aku banyak belajar beradaptasi dengan hampir setiap hari makan makanan yang pedas, sepedas omongan tetangga eh ehhhh wwkkw



Air putih gratis

“Ibu baru tau ternyata air putih itu dibayar kalau di Jawa” kata ibu Adehana (pengawas SD Kec. Kulawi Selatan) ketika bercerita tentang pengalamannya mengantar anaknya kuliah di Surabaya.

Yap yang kutau air putih itu memang di bayar, tidak hanya di Jawa di Pontianak pun air putih itu dibayar, tapi baru di Sigi kutemui ternyata air putih itu tidak dibayar a.k.a gratis. Mungkin sebab itu lah ibu Adehana kaget ketika di Surabaya dia harus membayar air putih setiap kali makan, omoooo…

Hahaha pantas saja Paula (teman sepenempatanku) selalu bilang gini setiap kami akan pergi makan di luar “May, bawa botol minum May..” awal nya ku kira agar kami tidak perlu membeli air minum lagi, eh ternyataaaaaaaa maksud si Paula agar kami bisa mengisi ulang full botol minum kami setiap selesai makan di warung makan wkwk

Hemat mode ON ala pengajar muda haha, nice!





Komentar