Terpinggirkan di Danau Lindu

Pada awalnya tidak pernah terbesit dibenakku untuk berada di pelosok dusun yang jauh dari hiruk pikuk kota. Enggan rasanya keluar dari kenyamanan hidup di kota. 

Dan tapi nyatanya udah hampir 2 bulan ini aku berada hidup bersama masyarakat dusun di dataran Danau Lindu.  Danau yang sangat indah, danau yang menjadi sumber kehidupan masyarakat dusun. Yaps,  bagaimana tidak dari danau inilah masyarakat mendapatkan ikan untuk dijadikan lauk, dari danau inilah masyarakat dapat menyebrang ke kecamatan untuk menjual hasil kebunnya dan dari danau inilah anak-anak menyebrang jauh meninggalkan rumah dan orang tua untuk melanjutkan sekolah, maklum di dusunku hanya ada Sekolah Dasar. 

Begitu pula denganku, hanya dengan menyebrang danau lah aku bisa mendapatkan jaringan internet untuk bertukar kabar dengan keluarga, teman² sepenempatan atau hanya sekedar mencari informasi. Setiap kali aku ingin menyebrang ke dusun di pagi hari ada rasa haru, ketika melihat bapak/ibu yang kutemui.
Ada semangat hidup yang luar biasa yang terpancar dari mata mereka, bapak² sibuk menyiapkan perahunya (ketinting) dan ibu² sibuk menyiapkan perbekalan ke sawah atau kebun dengan keranjang yang diletakkan dibelakang punggungnya. Mereka tersenyum dan menyapaku, lalu menawarkan perahunya untuk aku tumpangi. 

"Ibu guru mau menyebrang e ?"
"Iya pak"
"Ayo naik sudah" 

Bagi masyarakat Lindu, pagi adalah pertanda, bahwa ada harap disetiap jengkalnya. Selain beranjak ke sawah atau kebun, beberapa lainnya, sibuk menjemur cokelat. Cokelat yang baru mereka panen dari kebun yang jaraknya berkilo-kilo meter. Namun percayalah seberapapun jarak yang mereka tempuh, selalu ada tawa di setiap kerut yang mereka simpul.

Kehidupan di tepi Danau sangat hangat, sehangat perapian di dapur. Perapian menjadi tempat paling membahagiakan untuk sekedar bercengkrama atau menghangatkan diri. Hidup di tepi Danau dan dataran tinggi dikelilingi pegunungan memang terasa lebih dingin dibanding hidup di kota yang panas dan macet.
Asap kayu bakar menjadi aroma khas setiap rumah. Memasak, menjadi agenda wajib bagi perempuan. Selain kopi, sayur, ikan mujair menjadi menu yang sering kutemui disetiap rumah warga.

Ketika malam datang, kehidupan di Danau Lindu mulai sunyi senyap. Disini, sudah tidak terdengar lagi suara langkah kaki orang berjalan di pelataran rumah. Gelap, menjadi sahabat bagi masyarakat. Danau Lindu (khususnya dusunku) belum dialiri listrik, bertahun-tahun PLN belum juga masuk. Warga memanfaatkan panel surya untuk menjadi penerang dikala malam. Temaram cahaya menjadi penanda bahwa ada kehidupan di balik kayu-kayu rumah mereka.

Komentar