Mama & Papa piara ku :) |
Bismillah…
Halo teman-teman semuanyaaa, apa kabar? 😊
Kali ini diriku masih ingin
menuliskan cerita pengalaman di penempatan ya… rasanya banyak banget moment
kejadian yang melekat di kepalaku, dan ingin ku ceritakan semuanyaa, tapi apa daya
beberapa bulan terakhir alhamdulillah dapat byk amanah sehingga waktu untuk
nulis jd sgt terbatas..
Dan mumpung sekarang lagi masa
liburan, diriku mau menulis dan berbagi cerita kembali kepada teman-teman yang
setia membaca cerita-ceritaku di blog 😊
Baik, lanjuuuut!
Ada satu moment yang membuatku
sangat merasa haru ketika masih di awal- awal penempatan. Seperti yang sudah pernah
kuceritakan sebelum-sebelumnya bahwasannya diriku ditugaskan selama setahun
oleh Indonesia Mengajar untuk menjadi guru Sekolah Dasar di salah satu sekolah
di Kab. Sigi Sulawesi Tengah.
Sekolah ku berada di kecamatan
Lindu tepatnya di Desa Langko, Dusun Wongkodono. Di dusun diriku tinggal
bersama satu keluarga piara yang sangat taat memeluk agama Kristen protestan.
Aku menjadi minoritas…
Di rumah aku tinggal bersama
mama, papa, serlis dan Sem. Serlis dan Sem adalah saudara piaraku. Serlis
sebaya dengan ku, dan ia juga merupakan guru di sekolah penugasanku. Jadi
setiap hari kita akan berangkat ke sekolah bersama-sama dan mengajar anak-anak di
sekolah. Tak jarang hanya ada kami berdua di sekolah meladeni mengajar 36 orang
anak.
Aku sangat bersyukur dengan
adanya Serlis, karena ia adalah teman ceritaku, ia pendengar yang baik dan
teman berdiskusi mengembangkan banyak ide untuk sekolah dan anak-anak. Kami
pernah bersama-sama melaksanakan upacara dan perlombaan di moment Hari Pahlawan
Nasional di sekolah, kami berbenah sekolah bersama, kami memaras rumput di
sekolah, menata menghias ulang kelas serta melatih anak-anak upacara dan
bernyanyi.
Suatu hari, Serlis harus pergi ke
kota untuk suatu keperluan dan ia akan meninggalkan rumah selama kurang lebih 1
minggu. Sebelum berangkat Serlis melakukan briefing menyampaikan beberapa hal
kepadaku terkait rumah ; terutama perihal makananku. Yap karena selama ini
Serlis yang selalu memasak dirumah dan ia cukup khawatir ketika meninggalkanku,
terlebih dirumah kami ketika memasak masih menggunakan kayu bakar. Aku melihat
raut wajah Serlis yang sepertinya kurang yakin dengan skill memasak dan skill
pengendalian api ku kala itu wkwkwk
“Ibu guru kalo mo bamasak,
disini e panci, korek api dan begini cara kasi nyala api” begitu katanya
“Ibu guru, masak jo apa yang mau ibu guru makan, apa papa te tau apa
seleranya ibu guru, jangan sampe te makan le”
Aku membalas dengan senyuman yang
menandakan aku akan baik-baik aja “terima kasih” ucapku saat itu…
Perapian masak di rumah :) |
Sehari, dua hari, tiga hari Serlis sudah meninggalkan rumah, dan urusan masak dan makan masih aman-aman saja, aku menyesuaikan diri dengan memakan apa yang ada di rumah tanpa harus membuat papa mama khawatir apa aku sudah makan atau belom…Keluarga ini sangat baik kepadaku, mereka memperhatikan ku layaknya saudara dan anak mereka sendiri.
Suatu siang ketika pulang dari sekolah,
aku bergegas ke dapur untuk masak dan makan siang. Lalu kubuka tudung saji
diatas meja makan dan aku menemukan masakkan yang beda tidak sama seperti biasanya…
Yaps aku menemukan tempe goreng, dahi ku mengernyit lalu menoleh kiri kanan
memastikan darimana datangnya tempe dan siapa yang memasak … hmmm
Tebakku ini pasti papa yang masak
karena tidak mungkin mama yang memasak, karena mama sedang sakit saat itu.
Mama Papa sedang di kebun siang
itu, di rumah hanya tinggal aku sendiri, mataku berkaca-kaca melihat tempe
goreng tersebut, ya Allah rasanya mewah sekali makan siangku saat itu..dan aku
coba mengingat kapan terakhir aku memakan tempe selama di penempatan. Alhamdulillah,
lagi-lagi aku dibuat terharu dengan kebaikan keluarga ini, akupun langsung
dengan sigap mengambil piring, nasi lalu menggigit mengunyah menikmati setiap
potong tempe goreng tersebut...
Aku tau betul, tentu lah tempe tersebut jauh dibeli diseberang sana, di kecamatan atau kalau tidak dibeli dari kota Palu. Yap karena di dusunku tidak ada yang berjualan sayur apalagi tempe. Dan tempe adalah makanan mewah bagi masyarakat dusunku. Dan aku disajikan makanan mewah yang ku tau untuk sebulan sekalipun belum tentu keluarga ini dapat memakan tempe.
Setelah Serlis pulang dari kota, akupun menanyakan perihal tempe itu kepadanya
“ Serlis kemaren sa makan tempe goreng, seperti nya papa yang masak, tapi
darimanakah papa dapat itu tempe?”
“Oh itu sa beli lalu di Palu, lalu saya kasi titip sama orang dusun yang
waktu itu juga sedang pi Palu, sa sengaja beli itu untuk ibu guru, apa kasian teada
lauknya ibu guru makan”
Jleb …aaaa *dadaku penuh rasa haru dan rasanya tidak dapat berkata-kata ketika
mendengar penyataan tersebut
Yaps bagaimana tidak, aku tau betul betapa jauhny perjalanan tempe tersebut
untuk sampai di dusun dan sampai dirumah ini hingga dapat kurasakan nikmatnya.
MasyaAllah ~~ Tempe tersebut tentu mengalami perjalanan panjang ; melewati jalan
aspal hingga tanah kuning bebatuan melewati hutan hingga melintasi danau Lindu,
mulai dari naik mobil hingga naik ketinting ~~ MasyaAllah tempe yang penuh berkah
dan rasanya saat itu juga aku tersadarkan betapa maha baiknya Allah kepadaku, Allah
menjagaku dan memperhatikanku lewat perantara keluarga baik ini 😊
Huaaaa dalam hati ku berdoa *ya Allah
berkati keluarga ini, ijinkan aku membalas kebaikan-kebaikan keluarga ini suatu
hari kelak. Belum pernah aku merasa begitu diperhatikan, hidup penuh kehangatan
bersama keluarga ini. Syukur ku berkali-kali lipat kala itu… dalam keterbatasan
selalu saja ada cara Tuhan menunjukan kebaikannya.
Aku merasa kaya akan pembelajaran dari kesempatan berharga pengabdian ini ~
Komentar
Posting Komentar