5 Alasan Menjadi Pengajar Muda

 


"Selamat datang para pemberani" (Hikmat Hardono), Ketua yayasan Indonesia Mengajar.
Itu adalah kalimat sambutan yang pertama kali saya denger ketika berkumpul dengan 40 orang calon PM dalam acara pembukaan training intensif calon PM XXIII Indonesia Mengajar. Sebuah kalimat yang sangat memotivasi sekaligus menjadi tanda tanya besar untuk diriku, apa benar saya seorang pemberani? Kenapa disebut pemberani? Apakah semenantang itu untuk menjadi pengajar muda sehingga dilabelin pemberani? Entalah, saat itu dibenak saya berkecamuk banyak pertanyaan ini dan itu.

Lalu saya tersadarkan, kami (read ; saya dan 39 orang teman saya) sedang duduk melingkar, hadir utuh mendengarkan pesan² yang disampaikan oleh pak Hikmat, ada satu kalimat yang juga menggelitik hati saya saat itu "Jika ingin pulang, silahkan pintu sudah terbuka" sambil pak Hikmat menujuk ke arah pintu yang memang sedang terbuka saat itu. Sontak seisi ruangan tertawa, apakah akan ada diantara kami yg benar² akan mengundurkan diri (read : pulang) setelah banyak mendengar cerita dari pak Hikmat tentang beragam tantangan dan hal² yg mungkin tak terduga akan terjadi ketika menjadi PM, bahkan kami didengarkan cerita tentang adanya PM yang meninggal saat bertugas di penempatan. 

Kembali saya tersadarkan, dan kembali bertanya dengan diri sendiri, apakah ini keputusan yang sudah benar saya pilih?
Seiring berjalannya waktu, satu persatu jawaban akan banyak pertanyaan tadi menemukan jawabannya, layaknya potongan puzzle yang merangkai potret perjalanan kehidupan. Maka andai saya boleh berbagi, inilah setidaknya beberapa alasan mengapa saya menjadi Pengajar Muda :)

1. Pilihan

Hidup adalah pilihan, maka sebenarnya kita (saya dan kamu) bebas memilih apapun, termasuk memilih untuk menjadi pengajar muda, tentu pilihan menjadi pengajar muda bukan satu² nya pilihan, ada banyak pilihan diluar sana. Dan setiap kali mendapat kesempatan untuk memilih, saya selalu bersyukur, bayangkan ada banyak orang disekitar kita yang hidup tanpa pilihan. Menjalani takdir sebagai sebuah nasib yang memang tidak bisa ditawar.

Saya patut bersyukur masih dapat memilih, meski saya tau ini bukan pilihan yang mudah dibanding pilihan lain yang jauh lebih nyaman : karir, beasiswa, keluarga dll, hmm
Saya pernah mendengar kalimat ini dari seorang guru "Kita ini hidup berkat kebaikan orang lain"
Kita makan nasi karena kebaikan para petani, kita makan ikan karena kebaikan para nelayan, kita punya rumah berkat kebaikan para tukang bangunan.
Lantas saya berefleksi, saya dapat sekolah hingga perguruan tinggi karena banyak kebaikan orang² disekitar saya, subsidi beasiswa dari pemerintah, kasih sayang orang tua, guru dll.
Jadi saya menilai pilihan menjadi pengajar muda adalah pilihan yang sudah semestinya saya pilih, sebagai wujud terima kasih.

2. It's Time To Break 

Apalah artinya jalan raya tanpa adanya lampu lalu lintas. Jalanan akan menjadi macet, para pengendara tidak mendapat jeda dan akhirnya antar kendaraan akan saling bertabrakan. Hidup juga begitu, karena sering kali kita terlalu cepat berlari, mengejar ambisi² yang ga berkesudahan hingga akhirnya capek sendiri, menangis bahkan memaki hari² yang kita lalui. 

Kita terjebak dalam circle rutinitas yang itu² aja. Maka inilah saatnya untuk berhenti, mendengarkan isi hati dan berefleksi. Jeda adalah sebuah ruang untuk mencari inspirasi. Saatnya mengambil jeda, menarik nafas lebih panjang, menatap lebih lama, dan berbicara dengan diri sendiri lebih dalam. 
Saatnya belajar tentang kesederhanaan, keikhlasan, kesabaran dan ketulusan. 
Menjalani sekolah kepemimpinan selama 2 semester lamanya yang mana ketika lulus akan banyak pembelajaran berharga yang ga mungkin terlupakan seumur hidup.
"Setahun Mengajar, Seumur Hidup Terinspirasi" begitu katanya. Kalimat yang terpampang besar dan jelas ketika masuk di kantor Indonesia Mengajar ketika kita berkunjung :)

3. Terus Belajar (Read ; Bermimpi) 

Andai pak Anies Baswedan tidak pernah bermimpi bahwa akan ada ribuan anak muda yang rela dikirim ke pelosok² Indonesia untuk mengajar dan menyalakan harapan pendidikan, maka pasti Indonesia Mengajar hanya sebuah konsep yang bersarang di kepala dan tidak akan pernah ada saya hari ini yang berada di Sigi dan menulis tulisan ini :)

Terus belajar, terus bermimpi, terus mencoba. Rasanya sangat teramat sayang jika hidup ini dihabiskan untuk huru hara kesana kemari tanpa ada misi yang pasti. Bukankah kita tidak akan tau hasilnya jika tidak pernah mencoba?
Jangan jadi rata² tapi jadilah luar biasa. 
Kadang manusia perlu sesekali berada dalam keadaan yang terbatas diluar zona nyamannya, agar dapat memaksimalkan potensinya yang ada hingga hingga akhirnya mendapatkan versi terbaik dari dirinya. 
Lagipula bukannya kita tau, hidup ini hanya sekali, maka tidak ada salahnya membuat hidup jadi lebih bearti dan menginspirasi :)

4. Menjadi Gurunya Manusia

Guru manusia yang akan mengajar di sekolahnya manusia. Sekolahnya manusia adalah sekolah yang memanusiakan manusia, yang dimana setiap anak dihargai sebagai individu yang cerdas dengan segala kelebihan dan kekurangannya. 
Sejatinya sekolah adalah tempat manusia belajar, hingga ilmu yang dimilikinya menjadi bermanfaat bagi banyak orang.
Untuk menghadirkan sekolahnya manusia, maka yang mengajarnya haruslah gurunya manusia. Guru yang tau cara mendidik, mengajar dengan setulus hati, lebih dari sekedar hanya menjalani profesinya saja. 
Syukurnya masih ada guru yang layak disebut gurunya manusia saat ini. Saya ingin bertemu dengan gurunya manusia itu dipelosok² negeri ini dan belajar banyak hal darinya, agar dapat menjadi sama sepertinya. 
Dan semoga kelak suatu hari semua sekolah dinegeri ini menjadi sekolahnya manusia yang diisi oleh guru²nya manusia. 
Sekolah menjadi tempat benar² menuntut ilmu, bukan nilai :)

5. Give The Benefit, First !
"Mendidik adalah tanggung jawab setiap orang terdidik" (Anies Baswedan)
Ini adalah quote yang sangat familiar di telinga para pengajar muda. 

Jika kita (kamu dan saya) mempercayai quote tersebut maka berhentilah memaki permasalahan² pendidikan di negeri ini. Alih² menyalahkan sistem pendidikan yang ga beres, kualitas guru yang rendah, aliran dana BOS yang ga tau larinya kemana, mengapa tidak kita saja yang mengambil peran, masuk kedalam sistem tersebut lalu pelan² menebarkan manfaat. Menyalakan harapan untuk setiap anak, lalu menyampaikan bahwa pendidikan yang berkualitas adalah hak yang wajib mereka dapatkan. 

Terkadang kita lupa, ilmu kita yang sederhana ini akan sangat luar biasa bagi saudara² kita yang sangat membutuhkannya. Ada banyak orang yang pintar membaca dan menulis, tapi cobalah hitung ada berapa banyak orang yang mau mengajarkan baca dan tulis tersebut?
Berapa banyak orang terdidik yang mau mendidik?
So, give the benefit first! Lets stop cursing the darkness and try to light a candle

Komentar