Mendidik : Tugas Siapa?


(Sub Tema : Upaya Mahasiswa dalam Peningkatan Mutu Pendidikan di Daerah Perbatasan Kalimantan Barat)
Mendidik : Tugas Siapa?
Oleh : Maya Safitri

Pengantar
Sepanjang sejarah, pendidikan ikut mewarnai catatan peradaban. Mesir kuno dan Yunani kuno memiliki peradaban yang tinggi, karena pendidikannya yang maju. Bangsa di dunia yang pendidikannya berkembang, menjadi negara yang maju antara lain Amerika Serikat, Jepang dan Korea. Begitu pula Jerman dan Prancis yang  memiliki basis pendidikan yang kuat hingga menjadi negara dengan tingkat kemajuan  yang pesat. Jepang yang hancur setelah perang Dunia II mulai bangkit dengan melakukan pembenahan sistem pendidikan, karena Jepang sadar pendidikan merupakan investasi jangka panjang, dan hasilnya Jepang sekarang menjadi negara maju terdepan dalam percaturan ekonomi dunia. Menanggapi hal ini maka tak terelakkan lagi bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor penting untuk membangun sebuah bangsa.
Namun sungguh ironi ketika melihat pendidikan di negara kita. Masalah pendidikan di Indonesia seolah tidak ada habisnya. Ketidakmerataan pendidikan masih menjadi masalah yang belum terselesaikan, terutama didaerah perbatasan. Pendidikan di “perbatasan” masih jauh dari kata maju dibanding dengan pendidikan di kota- kota besar. Jangankan maju, dikatakan layak pun belum tentu. Fasilitas pendidikan kurang, kualitas dan jumlah guru kurang, hingga akses pendidikan yang sulit turut melengkapi kata tidak layak tersebut. Hal ini didukung dengan pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan pada tahun 2014, yang menyebutkan sebanyak 75 persen sekolah di Indonesia tidak memenuhi standar layanan minimal pendidikan (Kompas, Senin, 1 Desember 2014).   
Realita Masalah Pendidikan
Kekurangan guru menjadi realita masalah yang seringkali muncul, terlebih di daerah perbatasan atau 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal). Presiden Jokowi (DetikNews, Kamis, 10 Desember 2015) telah menetapkan 122 kabupaten di Indonesia, termasuk 8 kabupaten di Kalimantan Barat  sebagai daerah tertinggal. Penetapan ini tertuang dalam Peraturan Presiden (perpres) Nomor 131/2015.
Masuknya 8 dari 14 kabupaten di Kalimantan Barat dalam penetapan sebagai daerah tertinggal, menandakan masih banyak daerah di Kalimantan Barat yang perlu diperhatikan perkembangannya. Pendidikan menjadi salah satu persoalan  penting yang perlu perhatian pada daerah perbatasan.
Daerah perbatasan dalam hal pendidikan seringkali kekurangan tenaga guru. Hal ini dibenarkan langsung Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalimantan Barat, Alexius Akim. Beliau mengakui Kalimantan Barat masih kekurangan sekitar 8.000 tenaga guru, bearti dalam hal ini tenaga guru sangat diperlukan terutama di daerah perbatasan. (Jpnn.com, Kamis,4 April 2013).
Jumlah guru tidak sebanding dengan jumlah siswa.  Hal ini disebabkan  banyak guru lebih memilih mengajar di kota dibandingkan di desa terutama daerah perbatasan. Seorang guru bisa jadi harus bertanggung jawab terhadap 50 siswa bahkan lebih. Namun sebaliknya di kota besar para guru tak jarang justru harus berebut mendapatkan kelas untuk diajar (baca:siswa). 
Menghadapi situasi ini, pemerintah menggalakkan program KKN (Kuliah Kerja Nyata) bagi mahasiswa calon guru, untuk menimbulkan rasa  ketertarikan untuk mengajar di daerah-daerah perbatasan. Namun, nyatanya program ini dinilai kurang berhasil, faktanya banyak lulusan guru yang telah menyelesaikan KKN, tetap memilih  mengajar di daerah perkotaan.



 
Hak Pendidikan
Pendidikan merupakan hak setiap warga negara dan telah tercantum dalam UUD 1945. Idealnya setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan serta akses pendidikan yang layak dan merata. Namun realitanya, tidak semua anak bangsa mendapatkannya.  Masalah ini akan terus terjadi jika rakyat Indonesia masih menganggap tugas mendidik hanya tugas pemerintah dan guru professional saja. Seperti yang dikatakan penggagas program Indonesia Mengajar, Anies Baswedan Mendidik adalah tanggung jawab setiap orang terdidik”. Artinya, permasalahan ini tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah dan guru profesional saja, tapi menjadi tanggungjawab semua orang yang telah mendapatkan pendidikan, terutama pendidikan tinggi.
Orang terdidik dalam pandangan masyarakat, berarti orang yang telah mendapatkan atau mampu menempuh pendidikan di tingkat lebih tinggi, salah satunya mahasiswa. Sebagaimana “Tri Dharma Perguruan Tinggi” mahasiswa harus melakukan pengabdian kepada masyarakat, baik melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN) maupun kegiatan kerelawanan lainnya. Mahasiswa diharapkan dapat membantu pemerintah memperbaiki kualitas pendidikan serta menjalankan tugasnya sebagai abdi masyarakat dengan totalitas.
Kita sebagai mahasiswa harusnya menyadari bahwa untuk membangun suatu bangsa tidak hanya kita (mahasiswa) yang harus pintar. Kita (mahasiswa) juga memiliki kewajiban membagikan ilmu yang dimiliki kepada adik adik kita yang belum berkesempatan mendapatkan pendidikan. Mereka mempunyai hak kesempatan yang sama untuk menikmati pendidikan di negeri ini.
Upaya Mahasiswa sebagai Sukarelawan
Melihat penjelasan yang telah di paparkan diatas sudah tergambar jelas bahwa pendidikan merupakan permasalahan miris yang ada di daerah perbatasan khususnya Kalimantan Barat. Lalu bagaimana upaya kita sebagai mahasiswa untuk meningkatkan mutu kualitas pendidikan ? jawabannya, upaya itu harus dimulai dari diri kita sendiri. Perlu dukungan dari semua komponen untuk meningkatkan mutu kualitas pendidikan, tidak hanya pemerintah, peran generasi muda sekaligus mahasiswa juga sangat diperlukan.
Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi serta terdaftar sebagai mahasiswa di sebuah perguruan tinggi secara administratif. Pengertian mahasiswa pada dasarnya mengandung arti yang luas lebih dari sekedar masalah administratif itu saja. Mahasiswa adalah agen perubahan yang dituntut mampu memberikan solusi bagi permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Oleh karena itu menjadi seorang mahasiswa merupakan suatu kebanggaan sekaligus tantangan dan tanggungjawab.
Peran mahasiswa sebagai sukarelawan dalam dunia pendidikan sangat diperlukan, terutama sukarelawan yang mau ditempatkan di daerah perbatasan.  Di tengah banyaknya lulusan perguruan tinggi, maka tinggi pula tingkat putus sekolah. Mungkin di antara kita ada yang berkata,Aku ingin menjadi orang yang sukses saja. Aku bisa memberikan bantuan dana bagi anak-anak yang belum beruntung itu nanti. Memang dukungan dana menjadi hal yang penting. Tapi, dana yang mencukupi di tengah kekurangan sumber daya pendidik, akan tetap sia-sia. Bahkan, bisa saja dana tersebut disalahgunakan.
Jika seluruh mahasiswa yang ada di Kalimantan Barat tergerak hatinya untuk menjadi sukarelawan, pasti pendidikan di daerah perbatasan akan lebih baik dan lebih maju. Sukarelawan mengajarkan pendidikan yang lebih baik kepada anak didiknya dan kemudian jika anak didiknya menjadi seorang mahasiswa, maka mereka pun akan tergerak hatinya untuk menjadi sukarelawan dan bisa memperbaiki lagi kualitas pendidikan yang ada, begitulah seterusnya hingga kualitas pendidikan di daerah perbatasan menjadi semakin lebih baik berkat gotong royong para sukarelawan mahasiswa. 

Penutup
Sukarelawan menjadi jawaban atas permasalahan kurangnya SDM di negeri ini karena sukarelawan adalah orang yang mendedikasikan waktu dan tenaga nya untuk berkontribusi membantu sesama (Suhaidi, 2011). Terakhir, hidup bukan hanya perkara untuk diri kita sendiri. Ketika ada masalah disekitar kita, akankah kita terus berdiam diri?


DAFTAR REFERENSI
Suhaidi, dkk. Tinjauan Hukum Internasional Terhadap Perlindungan Relawan Kemanusiaan Dalam Kasus Blokade Jalur Gaza. 2011. Diunduh dari repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37012/2/Abstract.pdf, Diakses pada tanggal 28 Agustus 2018, pukul 22.15 WIB
Undang Undang Dasar (UUD) 1945























Komentar