Ada satu moment yang membuat saya cukup terharu ketika berada di penempatan 😊
Ohya kali ini saya masih menuliskan cerita-cerita di penempatan ya teman-teman 😉 karena rasanya sayang banget kalo ga diceritaiin dan saya ingin berbagi apa yang saya rasakan dan alami bersama teman-teman yang setia membaca cerita-cerita saya di blog 😊
Lupa-lupa ingat, kalo ga salah
waktu itu adalah bulan ke 4 saya berada di penempatan. Hari sabtu sengaja saya keluar
dari dusun lalu menyebrang ke desa untuk bertemu setitik dua titik sinyal dan menumpang
wifi di kantor desa, agar dapat mengirim dan menerima kabar dari orang-orang
terdekat dan juga teman-teman sekelompok penempatan…
Kebetulan kantor desa bersebelahan
dengan salah satu rumah guru di desa yang biasanya menjadi tempat saya menginap.
Sore hari sabtu sesampainya di
desa, saya langsung duduk diteras rumah guru sembari menunggu notif WA masuk di
hp … Lalu saya melihat sosok anak muda yang berhenti tepat di depan kantor desa
dengan sebuah motor matic yang sudah berlumpur, hmmm saya tidak mengenal sosok
anak muda ini, seperti nya ia pendatang bukan orang desa sini.
Melihat ia seperti orang kebingungan,
karena saat itu kantor desa sudah tutup. Saya lalu menghampirinya dan menanyakan
ada keperluan apa dan dari mana?
Usut punya usut ternyata pemuda
ini adalah salah satu mahasiswa Universitas Tadulako (Untad) yang sedang akan
melakukan survey di desa penempatanku (Desa Langko, Kec. Lindu)
Sebagai sesama pendatang di desa ini, saya tau bagaimana perasaanya apalagi ia
datang seorang diri dan jauh pula dari kota Palu. Saya lalu mengantarkannya ke
rumah bapak sekretaris desa untuk mendapatkan data yang ia perlukan.
Nah Desa Langko memiliki 3 dusun ;
dusun 1 dan dusun 2 berada di dataran lindu sementara dusun 3 berada di seberang
danau lindu. Dan dusun 3 merupakan dusun penempatanku (dusun Wongkodono)
Tri (nama pemuda tersebut) harus bertemu
langsung dengan kepala dusun, ketua RT dan ketua RW di dusun Wongkodono untuk mendapatkan data. Ia
lalu menanyakan bagaimana caranya agar ia bisa ke Wongkodono, bapak sekretaris
desa menjelaskan bahwasannya saat itu sudah sore dan sudah tidak ada lagi orang
yang menyebrang ke dusun Wongkodono, apalagi mengingat esok harinya adalah hari
Minggu.
Hari minggu adalah hari ibadah
bagi masyarakat desa Langko, hari dimana semua rutinitas kegiatan masyarakat baik
berkebun maupun nelayan tidak dilakukan, semua masyarakat akan pergi beribadah
ke gereja. Dengan begitu maka tidak ada juga perahu yang menyebrang ke dusun
wongkodono
Tri masih memohon meminta bantuan
untuk hari itu juga ia menyebrang, mengingat ia belum berpamitan dengan orang
tuanya apalagi kalo sampe harus menginap.
Solusi terbaik yang ditawarkan dari bapak sekdes saat itu adalah ia akan bantu usahakan esok hari (Minggu) setelah ibadah, ia perintahkan salah seorang untuk mengantar Tri ke dusun Wongkodono menggunakan ketinting dari desa.
Saya yang mendengar hal tersebut
juga berinisiatif untuk ikut Tri juga pulang ke Wongkodono esok harinya agar saya
dapat menemani ia berjalan kaki dan membantu mengantarkan ke rumah ketua RT dan
RW di dusun Wongkodono.
*Yap berjalan kaki, karena
dari tepi dermaga danau menuju dusun Wongkodono kita perlu berjalan kaki sejauh
kurang lebih 3 kilometer untuk sampai kepemukiman masyarakat
Setelah berusaha mencari jaringan
dan meminta ijin menginap dengan orang tuanya dan juga menjelaskan situasi yang
ia hadapi, alhamdulillah Tri mendapat ijin dari orang tuanya.
Tri bilang, ini adalah
pengalamannya pertama kali ia pergi ke Lindu dan pergi jauh tanpa setau orang
tuanya. Ia merasa asing karena belum pernah berada di lingkungan Nasrani,
apalagi ini sampai menginap. Saya berusaha meyakinkan ia, bahwasannya semua
akan baik-baik saja *saya juga mengalami dan merasakan apa yang ia rasakan
ketika pertama kali datang ke desa ini.
Tri akhirnya menginap dirumah pak
Sekdes, sementara saya menginap di salah satu rumah guru di Kecamatan. Dan waktu
itu Tri berbaik hati mengantarkan saya ke kecamatan.
Keesokan harinya setelah masyarakat
selesai ibadah di Gereja, saya segera balik ke desa lalu pulang ke dusun
bersama Tri bersama tumpangan ketinting yang sudah disediakan oleh pak Sekdes.
Didalam ketinting saya bercerita
tentang kondisi dusun Wongkodono kepada Tri agar ia tidak terlalu kaget ketika
sampe. Dan menceritakan apa itu Indonesia Mengajar dan bagaimana ceritanya saya
bisa berada di tempat ini.
Kami sampai di dermaga lalu lanjut
berjalan kaki, masyaAllah jadi pengalaman yang tak terlupakan, dari lamanya
perjalanan kurang lebih 1 jam kami mengobrol dan bercerita banyak hal. Saya
juga menawarkan Tri jika ada yang bisa dikolaborasikan dari anak-anak Untad
untuk berkegiatan di dusun Wongkodono, tentu saya akan sangat senang sekali…
Alhamdulillah sekitar pukul 11.00 WIB urusan Tri di dusun selesai, ia lalu ijin pamit pulang ke desa. Saya senang sekali bisa berkenalan dan membantu Tri. Tidak lupa waktu itu kami mengabadikan moment berdua sebagai kenang-kenangan 😊
![]() |
Kami lalu saling bertukar nomor
WA agar dapat mengirim foto, saya yang saat itu tidak memiliki jaringan di
dusun sudah tidak sabar menunggu seminggu kemudian untuk menyebrang lagi ke
desa agar dapat melihat foto tersebut
juga memposting dan menceritakan pertemuan kami di blog.
Tapi manusia hanya berencana
hingga selesai penempatanpun saya belum juga menuliskan ceritanya di blog dan
baru malam ini saya menuliskannya, stelah beberapa kali meminta ulang fotonya
kepada Tri karena foto di hp saya waktu itu sudah kehapus, hiks ☹
Dimana letak harunya?
This… ini adalah foto yang membuat saya cukup haru ketika membuka dan melihat kiriman foto dari Tri, ia mengirimkan foto yang ia jepret secara diam-diam ketika saya duduk di ketinting lengkap dengan rompi bertuliskan “Indonesia Mengajar”
Saya senang banget, karena saat
itu selama 4 bulan berada dipenempatan, saya belum punya satupun dokumentasi di
ketinting. Yang menurut saya dokumentasi ketika berada di ketinting itu sangat
penting, entah karena kondisinya yang dapat menggambarkan betapa tempat ini (danau
Lindu) sangat indah dan penuh pembelajaran bagi hidup saya.
Saya sangat bersyukur mendapatkan
jepretan foto itu, Tri menjadi orang yang pertama mendokumentasikan moment
berharga melintasi danau lindu kala itu.
Ketika saya tanya apa yang
membuat ia menjepret foto itu secara diam-diam? Tri menjawab singkat “karena ia
senang dengan program Indonesia Mengajar” masyaAllah
Dan sampai hari ini saya masih berkomunikasi
dengan Tri. Semoga Allah balas kebaikanmu Tri dan kita dipertemukan kembali 😊
Sekali lagi terima kasih Tri
Komentar
Posting Komentar